Senin, 16 November 2009

INDANYA BERBUAT SABAR

INDANYA BERBUAT SABAR
"Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak aakan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)
Adakalanya, manusia merasakan ketenangan dalam dirinya, ketenangan dalam menghadai kehidupan, dalam ,menyelesaikan permasalahan, musibah dan kejadian yang semacam itu. Namun ada kalanya yang dihadapi dengan kepanikan. Semua dirasa mustahil untuk dapat menyelesaikannya, serba salah dan serba susah. Namun, sebesar apapun musibah yang diberikan Allah SWT, pastilah telah ter “design” dengan baik untuk dapat dihadapi hambanya.
Hakikat dan kisah kesabaran
Sabar bukanlah sikap nerima terhadap pemberian dan tidak ingin berubah kearah lebih baik, sabar itu tidak pasif, namun dinamis. Harus selalu bergerak. Sabar bukan dalam ucapan “saya sabar dalam menerima ujian ini” namun secara sikap keseharian menunjukan ketidak ridhoan dalam penerimaan. Keluh kesah masih keluar dari dalam dirinya, bukan itu hakikat dari sabar. Ada sebuah peristiwa yang dapat dijadikan pelajaran tentang kesabaran seorang manusia dalam menghadapi kematian anaknya, dia mengatakan saya bersabar, namun yang terjadi pada dirinya ialah tetap saja untuk meronta-ronta, meratapi, dan perbuatan yang tidak jauh beda. Jika aplikasi sabar seperti ini, mungkin semua manusia akan lolos dari ujian kesabaran Allah SWT. Namun, sabar itu letaknya pada pukulan pertama. Artinya, pada saat musibah itu menghampiri dirinya, pada waktu itu juga. Ketika manusia tertimpa sebuah musibah, dan dia bisa memposisikan dirinya secara proporsional dalam menghadapi musibah itu, sambil menginstrospeksi diri dan kemudian menghadapi musibah itu dengan ucapan
innalillahi wa inna ilaihi raji’un, allahumma ajirni fi musibatii, wakhlifli khoiron minha “Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kamipun kepada-Nya akan kembali. Ya Allah karuniakanlah kami pahala atas ketabahan kami menerima musibah ini dan gantikanlah kami dengan yang lebih baik dibanding apa yang telah sirna karena musibah tersebut.”
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapatkan pujian dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al Baqarah: 155-157)
Maka, ketika perbuatan ini dapat di amalkan sebagai amalan keseharian ketika ada musibah yang menimpa manusia, maka buah dari kesabaran akan sangat terasa mengiringi langkah manusia. Sebagaimana ketika sebuah cerita dari satu keluarga yang mempunyai dua orang anak, anak itu sedang bermain-main di dalam rumahnya, dan kemudian anak itu terjatuh ke dalam sumur dan kemudian meninggal. Pada waktu yang bersamaan juga, sang suami tengah menjamu para tamu undangannya, dan sungguh luar biasa sang istri tidak mengganggu aktivitas suaminya meskipun ada musibah yang menimpa anak-anaknya. Anak yang telah meninggal itu kemudian di bawa ke dalam rumah dan kemudian ditutupinya dengan pakaian. Ketika para tamu undangan pulang dari rumah, maka sang suami menanyakan kepada istrinya, “dimana anak-anakku” sang istri menjawab “di dalam rumah”. Dan kemudian sang istri memakai wangi-wangian dan mereka berdua melakukan jima’. Sang suami kemudian bertanya lagi “dimana anak-anakku”, istrinya pun menjawab di dalam rumah, kemudian sang suami memanggil kedua anaknya yang telah meninggal. Allahuakbar...Allah telah menghidupkan anak-anaknya itu, dan itulah buah kesabaran dari seorang istri yang setia kepada suami untuk tetap berbakti dan melayani hak-hak suami sebelum memberitakan bahwa anak-anaknya telah meninggal dunia.
Sabar sebagai penguat aqidah
Terkadang aqidah seorang muslim ada yang tergadaikan karena masalah kesabaran dalam menghadapi ujian yang diberikan Allah SWT. Sungguh telah terjadi di berbagai penjuru tempat kejadian seperti ini, dalam berbagai musibah besar di indonesia. Seorang hamba Allah yang dulunya taat terhadap ajaran islam saja, bisa menjadi murtad karena kesulitan ekonomi dan ditolong dengan dijanjikan kesejahteraan hidup dari orang-orang kafir (non muslim). Apakah ini wajar dan manusiawi? Kita perlu menjawab tidak, hati nurani manusia ialah islam. Sejak dari kandungan setiap manusia ialah islam, maka bagi orang yang telah meneruskan islamnya semennjak kelahiran, pertahankan! karena inilah yang seharusnya terjadi. Mempertahankan aqidah dalam dasyatnya cobaan yang diberikan merupakan ujian, apakah lulus atau tidak. Dan kesabaran menjadi kunci dari pertahanan aqidah ini, bagaimana tidak? Karena dalam konsep kesabaran, tawakal dan pasrah dijalankan. Semua milik Allah, apapun yang kita sebut sebagai barang berharga dan milik kita, semua tidak ada apa-apanya. Bisa saja Allah dengan sekejap mengambil sesuka hati milikNya, sebagaimana dalam kisah qarun yang diceritakan dalam al-qashash : 76
Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri."
Dalam kisah itu, harta menjadi tidak berarti. Allah menenggelamkan hartanya karena perbuatan durhaka karun kepada Allah karena telah diberikan nikmat kekayaan yang begitu besar. Kondisi aqidah karun telah tergadaikan dengan kekayaan yang dimilikinya, seandainya karun seperti kondisi sebelum kaya, taat beragama dan ketika kaya dapat mempertahankan kondisi aqidahnya bahwa Allah lah yang memberinya rizki, dan rizki (harta) itu hanyalah barang titipan, maka kedurhakaan karun terhadap Allah tidak terjadi. Sabar dalam menghadapi ujian dan menjalani rutinitas kehidupan memang berat untuk dilakukan, namun seberapa berat ujian kehidupan itu, Allah telah mengukur dengan sangat tepat. Hanya terkadang manusia yang “sok tahu” dan “sok ngukur” tiimbangan ujian dengan melakukan perbandingan dengan orang lain, yang sebenarnya tidak semudah yang manusia ukur. Maka sabar diiringi tawakal menjadi kunci kekuatan aqidah untuk menghadapi kejadian seperti ini.
Sabar sebagai motivasi berbuat kebaikan
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (ar-ra’dhu 22-23)
Kenikmatan tiada tara ketika kesabaran menjadi sebuah kunci dari jalan untuk melaksanakan perintah agama, akan terasa pada hari-hari esok. Kesabaran yang kemudian diikuti dengan perintah lainnya, akan semakin memantapkan langkah manusia dalam berlomba-lomba dalam mengejar kebaikan. Seandainya semua manusia tahu tentang indahnya menikmati kesabaran, dalam hal kecil saja, maka motivasi-motivasi untuk berbuat kebaikan akan semakin di dapatkan. Suatu contoh ketika ada musibah yang datang, gempa, banjir atau musibah yang membuat manusia merasa berat untuk menjalani hidup. Keputusasaan terjadi dimana-mana, dan ketika terjadi hal semacam itu, untuk menambah ketenangan maka sabr menjadi salah satu solusi. Tidak cukup berhenti dengan sabar secara pasif, namun aktif untuk menghidupkan semangat dalam berjuang membantu orang lain. Sabar ketika tertimpa musibah memang harus dilakukan, dan itu tidak sulit untuk ditemukan. Namun ketika dalam kesabaran saat bencana datang, kemudian masih saja mengusahakan untuk membantu saudara-saudara muslim lain yang membutuhkan, padahal diri sendiri membutuhkan bantuan, namun itsar (mementingkan orang lain) dalam muamalah diutamakan, akan terjadi dampak keistimewaan yang luar biasa. Gambaran sederhana dalam sedekah misalnya. Ketika dalam keadaan lapang, rezeki melimpah, sedekah mudah untuk dilakukan. Namun ketika dalam kondisi yang sangat memnbutuhkan, dan dalam jiwa seorang muslim itu mempunyai tekad kuat bahwa dengan sedekah tidak akan membuat miskin, kemudian mensedekahkan harta yang ada pada dirinya, maka sangatlah istimewa pahala yang diraihnya. Dia bisa mengendalikan nafsu terhadap dirinya akan harta itu, tidak mencari pujian karena kepahlawanannya, maka Allah akan memberikan balasan yang sangat besar. Balasan dari pengendalian nafsu dan juga memperhatikan orang lain, juga bentuk syukur akan kenikmatan dari Allah tentang harta yang dimilikinya, bahwa itu merupakan titipan belaka. Maka tidak tanggung-tanggung dan mudah untuk melaksanakan kebaikan dalam kondisi yang sangat jarang bagi seorang untuk melakukan aktivitas mulia ini.
Sabar sebagai pelipurlara
Semua manusia pasti pernah mengalami sebuah goncangan yang membuat dirinya resah. Kerumitan ekonomi, beban hidup yang semakin berat, dalam kesendirian, tiada yang dapat dilakukan kecuali dengan memohon dan mengharapkan pertolongan Allah semata. Tiada manusia yang dapat membantu memberikan kebahagiaan kecuali atas izin Allah, seandainya dalam kesendirian maka yang dapat dilakukan manusia ialah sabar. Jika tidak sabar, atau mencaci maki terhadap ujian yang didapatkan maka yang terjadi ialah lelah dalam menjalani ujian itu. Tidak rindukah dengan janji Allah seperti yang diterangkan dalam ayat :
“Sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu sekalian.” (QS. Muhammad:31)
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar:10)
Tentunya, Allah telah menjadikan sabar sebagai obat bagi kesedihan yang dideritanya. Sabar bagaikan gerimis tatkala kemarau panas yang mensejukkan hawa bumi, sabar laksana air yang membasahi kerongkongan kering.
Dari Abu Malik Al Haris bin ‘Ashim Al Asy’ari ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Suci adalah sebagian dari iman, Alhamdulillah itu dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi, Shalat itu adalah cahaya, Shadaqah itu adalah bukti iman, sabar itu adalah pelita, dan Al Quran itu adalah hujjah (argumentasi) terhadap apa yang kamu sukai ataupun terhadap apa yang kamu tidak sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim)
Dari Anas ra berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman: “Apabila Aku menguji salah seorang hambaKu dengan buta kedua matanya kemudian ia sabar maka Aku akan menggantikannya dengan sorga.” (HR. Bukhari)
Tidak cukupkah dengan janji Allah untuk memberikan balasan yang sangat istimewa kepada para hambaNya yang berbuat sabar. Wallahu a’lam

Penulis : Wening Nurhadian
Alamat : Ma’had As-sakinah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta (belakang SMA MUH 1 Yogyakarta)
Pekerjaan : Mahasiswa P.Biologi Fak Sains dan Teknolog UIN SUKA dan Musyrif Ma’had As-sakinah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
Hp : 085725762528

Tidak ada komentar:

Posting Komentar