Rabu, 16 Desember 2009

falsafah hijrah

Falsafah hijrah
Ketika mendengar kata “hijrah”, sesaat yang terekam dalam pikiran kita ialah pindah, kemudian dikaitkan dengan perstiwa hijrahnya nabi Muhammad saw dari makkah menuju madinah. Peristiwa ini kemudian diangkat menjadi tema besar tatkala masyarakat berbondong-bondong mendatangi pengajian menyongsong malam 1 hijriyah, meskipun dilihat dari sejarah hidup Muhammad saw, hijrah terjadi pada tanggal 27 Shafar tahun 14 kenabian sebagaimana dituliskan oleh syaikh shafiyurrahman al-mubarakfury dalam bukunya shirah nabawiyah, bukan malam 1 Muharram. Hijrah secara bahasa berarti pindah atau berubah, berarti ketika dilihat dari makna bahasa, “pindah” dapat disederhanakan bahwa hijrah ialah bergerak dan mempunyai tujuan, kemudian “berubah” dapat diartikan sebagai proses untuk melanjutkan perintah dakwah, merubah masyarakat ditempat tujuan untuk mengikuti aturan Allah yang disampaikan melalui lisan Rasulullah Muhammad saw. Kondisi Makkah lah yang menjadi salah satu penyebab nabi berhijrah, karena di makkah untuk melaksanakan dakwah terhalang dengan adanya permusuhan oleh kaum quraisy yang senantiasa membenci terhadap aktivitas Nabi Muhammad saw sehari-hari, dan sungguh kebencian kaum quraisy saat itu bukanlah karena iri dengki karena harta, status sosial, dan kewibawaan lainnya. Melainkan karena dakwah mengajak kepada agama tauhid itu yang menjadi permasalahan besar, karena masyarakat waktu itu meyakini tuhan lata, uza, manal, dll sebagai penolong, pelindung, tempat meminta dan lainnya, padahal mereka mempercayai Allah juga.
Fenomena hijrah ini dapat diambil hikmah dalam beberapa macam sudut pandang. Dalam kondisi sekarang ini, tak jarang apa yang dipandang dihadapan kita ialah semerbaknya kebudayaan yang “minim kesopanan”, pemikiran dengan dasar “kebebasan” sehingga yang terjadi ialah “kebablasan” dll. sebenarnya ketika dijabarkan masih terdapat beberapa hal yang perlu untuk dihijrahkan-dipindah dan dirubah-. Gambaran kondisi masyarakat sekarang ternyata mirip dengan kondisi masyarakat jahiliyyah makkah ketika nabi lahir sampai di utus menjadi rasul untuk melakukan perbaikan. Dapat disaksikan, kemaksiatan dari level bawah sampai peringkat wahid (kesyirikan) mudah untuk ditemukan. Ketika di kota yang terlihat ialah fenomena budaya barat yang memang modis tapi tidak logis bagi budaya ketimuran atau islam, contoh kecil dalam berpakaian-memamerkan apa yang sebaiknya ditutupi-, dalam pergaulan-mendekati apa yang seharusnya di jauhi (pergaulan bebas)- ketika di pelosok desa, fenomena penyembahan terhadap hal-hal mistis masih ditemui. Pohon keramat berselubungkan kain mori (lawon), sesaji dapat dijumpai di tempat-tempat yang dikatakan keramat. Astaghfirullah...kenapa yang dulu sudah terjadi masih saja terulang. Instrospeksi diri terhadap fenomena ini perlu untuk ditingkatkan.
Inilah yang kemudian diharapkan untuk dipindah dan diubah. Dalam perspektif islam yang berpedoman kepada al-qur’an dan hadits nabi, sederhana saja bahwa manusia itu mempunyai aturan-aturan yang telah rinci terdapat dari 2 pegangan itu. Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh
dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah-ku."
Diriwayatkan oleh Hakim (I/172), dan Daruquthni (hadits no. 149). Diriwayatkan
oleh Hakim (I/172), dan Daruquthni (hadits no. 149. Mudahnya, pindah dan berubah kepada yang telah diatur dalam al-qur’an dan as-sunnah (hadits), tidak hanya pindah dan berubah secara fisik saja-transmingrasi, urbanisasi, dll- namun secara maknawi/ hakekat masih sama seperti keadaan semula. Ketika dimungkinkan untuk hijrah fisik pun tidak masalah, asalkan hijrah-pindah- dengan tujuan jelas, untuk perbaikan dalam hal kebaikan.
Pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Rasulullah Muhammad saw, sebuah konsep perubahan yang telah diusung oleh teladan mulia sepanjang zaman. Konsep yang diawali ketika melihat masyarakat jahiliyyah yang mempunyai aturan sewenang-wenang, diteruskan dengan perenungan dari bukit yang bersejarah, dan dilanjutkan dengan dakwah sembunyi sampai terbuka, pemboikotan, sampai beliau hijrah untuk menuju tempat baru untuk memulai membidik hal baru, memperbaiki masyarakat dan menngkonstruk segala aspek masyarakat madinah. Sehingga yang tercipta ialah masayarakat Madani, masyarakat dengan ideologi islam yang kemudian sebagai model masyarakat muslim kala itu, dan bahkan sekarang isu masyarakat yang berkembang ialah terbentuknya masyarakat madani (civil society), inilah yang dapat diambil pelajaran dari hijrahnya nabi Muhammad saw, ada yang berpindah dan berubah. Lantas, sebuah pertanyaan singkat, siapakah yang berperan untuk menghijrahkan kondisi masyarakat sekarang, atau yang lebih simpel, keluarga, kalau masih tidak kuat pribadi kita. Seandainya kesadaran untuk berhijrah-pindah atua berubah- terpatri pada diri setiap manusia, maka untuk menuju keluarga sakinah, masyarakat madani, dan bangsa negara sejahtera insyaallah tidak hanya dalam mimpi saja, PR sekarang memperbanyak simpatisan untuk mewacanakan hijrah ini, walaupun sekedar wacana, namun dari wacana dapat membangkitkan aksi, entah kapan yang penting sudah ada niat dan gambaran untuk melaksanakan falsafah hijrah.